Sabtu, 26 Maret 2016
Kumpulan Puisi Kemerdekaan RI [ Terbaru ]
KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI
Karya: Taufik Ismail
Tidak Ada Pilihan Lain
Kita Harus
Berjalan Terus
Karena Berhenti Atau Mundur
Berarti Hancur
Apakah Akan Kita Jual Keyakinan Kita
Dalam Pengabdian Tanpa Harga
Akan Maukah Kita Duduk Satu Meja
Dengan Para Pembunuh Tahun Yang Lalu
Dalam Setiap Kalimat Yang Berakhiran
“Duli Tuanku ?”
Tidak Ada Lagi Pilihan Lain
Kita Harus
Berjalan Terus
Kita Adalah Manusia Bermata Sayu, Yang Di Tepi Jalan
Mengacungkan Tangan Untuk Oplet Dan Bus Yang Penuh
Kita Adalah Berpuluh Juta Yang Bertahun Hidup Sengsara
Dipukul Banjir, Gunung Api, Kutuk Dan Hama
Dan Bertanya-Tanya Inikah Yang Namanya Merdeka
Kita Yang Tidak Punya Kepentingan Dengan Seribu Slogan
Dan Seribu Pengeras Suara Yang Hampa Suara
Tidak Ada Lagi Pilihan Lain
Kita Harus
Berjalan Terus.
Nusantara Merdeka
Syukur……..
Kupanjatkan Padamu Tuhan
Terimakasih….
Kuucapkan Padamu Pahlawan Negeri
Berkatmu…..
Negera Merdeka
Bebas Dari Para Penjajah
Yang Ingin Membumihanguskan Indonesia
Kau Berjuan Dengan Jiwa Dan Raga
Menyerukan Kata-Kata Penuh Semangat
Berjuang Hanya Denagan Sebatang Bambu
Namun Bukan Sembarang Bambu Yang Diraut Runcing
Inilah….
Semangat Patriotisme
Bersatu Padu Mengusir Penjajah
Demi Berkibarnya Sang Merah Putih
Kau Pergi Menelusuri Pelosok Negeri
Relakan Nyawa Dan Kehidupan Didunia
Demi Berdirinya Sang Garuda
Kini Kau Telah Tiada
Namun Perjuanganmu Tak Telupakan
Kini Kau Tenang Dialam Sana
Kamilah Yang Akan Melanjutkan Cita-Cita Sucimu
Semangat Bagai Kobaran Api
Selalu Ada Dihati Penerusmu
Saat Kau Kembali Kepangkuannya
Kau Bawa Sejuta Kebanggaan Di Hati
UNTUK IBU PERTIWI
Karya: Adhi Jaka Wahana
Bukit-Bukit Di Negeriku Ini Tenggelam Oleh Darah Dan Air Mata
Apa Yang Dapat Dilakukan Oleh Seorang Anaknya Yang Merantau?
Untuk Masyarakatnya Yang Sengsara?
Apa Pula Gunanya Keluh Kesah
Seorang Penyair Yang Sedang Tidak Dirumah?
Seandainya Rakyatku Mati Dalam Pemberontakan Menuntut Nasibnya,
Aku Akan Berkata “Mati Dalam Perjuganan Lebih Mulia Dari Hidup Dalam Penindasan”
Tapi Rakyatku Tidak Mati Sebagai Pemberontak
Kematian Adalah Satu-Satunya Penyelamat Mereka,
Dan Penderitaan Adalah Tanah Air Mereka
Ingatlah Saudaraku,
Bahwa Syiling Yang Kau Jatuhkan
Ke Telapak Tangan Yang Menghulur Dihadapanmu,
Adalah Satu-Satunya Jembatan Yang Menghubungkan
Kekayaan Hatimu Dengan Cinta Di Hati Tuhan.
Karya Kahlil Gibran
Kemerdekaan
Sauh Riuh Lantang Bergema
Titik Akhir Hilirnya Asa
Gema Menyusup Ke Nadi-Nadi
Menggenggam Asa Baru, Lahirnya Sebuah Negeri
Terperanjak Haru Tulang Belulang
Meski Jauh Di Dalam Bumi Yang Ayu
Hai Anak Dan Cucu-Cucuku
Kini Aku Tak Merasa Menjadi Sia
Bukan Apa Atau Apa Yang Di Pinta
Pernah Lebih Dulu Sebenarnya Aku Ada
Melayang Tak Tampak Putih Bak Berkabut
Ku Kawal Hingga Akhir Lantangnya Engkau Bergema
Kan Kembali Aku Dalam Saf-Safku
Meski Tak Tentu Mana Pangkal Dan Ujungku
Tenang Kembali Dalam Bumi Ayuku
Tebar Bunga Dan Do’a Menjadi Piagamku
PAHLAWANKU
Puisi: Nindita Kusumawati
Oh Pahlawanku
Kau Sangat Berjasa Dan Setia Pada Negeri Ini
Kau Telah Pertaruhkan Jiwa Ragamu
Demi Indonesia Ini
Sampai Titik Darah Penghabisanmu
Lihatlah Oh Pahlawanku
Perjuanganmu Tak Ternilai Harganya
Tak Peduli Darahmu Terus Mengalir
Karena Kau Tak Tega
Melihat Beribu Pasang Mata
Yang Tersiksa Dan Menderita
Semangatmu Tak Mengenal Putus Asa
Tak Hanya Setinggi Tiang
Bendera Merah Putih Saja
Merahnya Menggambarkan Semangat
Yang Terus Membara
Putihnya Menunjukkan Hati
Yang Bersih Nan Suci
Bagaikan Sutra Putih Yang Lembut Dan Wangi
Tapi Sekarang Kau Telah Gugur
Dalam Medan Perang
Namun Semangatmu Tuk Merdeka Tak Pernah Hilang
Sayang Beribu Kali Sayang
Engkau Yang Dulu Berjuang
Kini Telah Tiada
Ku Harap Kau Bisa Tenang Di Atas Sana
Kini Hanyalah Doa
Yang Bisa Ku Beri Untukmu
Sekali Lagi Terima Kasih Pahlawanku
HARI KEMERDEKAAN
Oleh : Supardi Djoko Damono
Akhirnya Tak Terlawan Olehku
Tumpah Dimataku, Dimata Sahabat-Sahabatku
Ke Hati Kita Semua
Bendera-Bendera Dan Bendera-Bendera
Bendera Kebangsaanku
Aku Menyerah Kepada Kebanggan Lembut
Tergenggam Satu Hal Dan Kukenal
Tanah Dimana Kuberpijak Berderak
Awan Bertebaran Saling Memburu
Angin Meniupkan Kehangatan Bertanah Air
Semat Getir Yang Menikam Berkali
Makin Samar
Mencapai Puncak Kepecahnya Bunga Api
Pecahnya Kehidupan Kegirangan
Menjelang Subuh Aku Sendiri
Jauh Dari Tumpahan Keriangan Dilembah
Memandangi Tepian Laut
Tetapi Aku Menggengam Yang Lebih Berharga
Dalam Kelam Kulihat Wajah Kebangsaanku
Makin Bercahaya Makin Bercahaya
Dan Fajar Mulai Kemerahan
MENATAP MERAH PUTIH
Oleh : Supardi Djoko Damono
Menatap Merah Putih
Melambai Dan Menari – Nari Di Angkasa
Kibarannya Telah Banyak Menelan Korban
Nyawa Dan Harta Benda
Berkibarnya Merah Putih
Yang Menjulang Tinggi Di Angkasa
Selalu Teriring Senandung Lagu Indonesia Raya
Dan Tetesan Air Mata
Dulu, Ketika Masa Perjuangan Pergerakan Kemerdekaan
Untuk Mengibarkan Merah Putih
Harus Diawali Dengan Pertumpahan Darah
Pejuang Yang Tak Pernah Merasa Lelah
Untuk Berteriak : Merdeka!
Menatap
Merah Putih Adalah Perlawanan Melawan Angkara Murka
Membinasakan Penidas Dari Negeri Tercinta
Indonesia
Menatap
Merah Putih Adalah Bergolaknya Darah
Demi Membela Kebenaran Dan Azasi Manusia
Menumpas Segala Penjajahan
Di Atas Bumi Pertiwi
Menatap
Merah Putih Adalah Kebebasan
Yang Musti Dijaga Dan Dibela
Kibarannya Di Angkasa Raya
Berkibarlah Terus Merah Putihku
Dalam Kemenangan Dan Kedamaian
DARI IBU SEORANG DEMONSTRAN
Oleh : Taufik Ismail
"Ibu Telah Merelakan Kalian
Untuk Berangkat Demonstrasi
Karena Kalian Pergi Menyempurnakan
Kemerdekaan Negeri Ini"
Ya, Ibu Tahu, Mereka Tidak Menggunakan Gada
Atau Gas Airmata
Tapi Langsung Peluru Tajam
Tapi Itulah Yang Dihadapi
Ayah Kalian Almarhum
Delapan Belas Tahun Yang Lalu
Pergilah Pergi, Setiap Pagi
Setelah Dahi Dan Pipi Kalian
Ibu Ciumi
Mungkin Ini Pelukan Penghabisan
(Ibu Itu Menyeka Sudut Matanya)
Tapi Ingatlah, Sekali Lagi
Jika Logam Itu Memang Memuat Nama Kalian
(Ibu Itu Tersedu Sedan)
Ibu Relakan
Tapi Jangan Di Saat Terakhir
Kau Teriakkan Kebencian
Atau Dendam Kesumat
Pada Seseorang
Walapun Betapa Zalimnya
Orang Itu
Niatkanlah Menegakkan Kalimah Allah
Di Atas Bumi Kita Ini
Sebelum Kalian Melangkah Setiap Pagi
Sunyi Dari Dendam Dan Kebencian
Kemudian Lafazkan Kesaksian Pada Tuhan
Serta Rasul Kita Yang Tercinta
Pergilah Pergi
Iwan, Ida Dan Hadi
Pergilah Pergi
Pagi Ini
(Mereka Telah Berpamitan Dengan Ibu Dicinta
Beberapa Saat Tangannya Meraba Rambut Mereka
Dan Berangkatlah Mereka Bertiga
Tanpa Menoleh Lagi, Tanpa Kata-Kata)
ATAS KEMERDEKAAN
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Kita Berkata : Jadilah
Dan Kemerdekaan Pun Jadilah Bagai Laut
Di Atasnya : Langit Dan Badai Tak Henti-Henti
Di Tepinya Cakrawala
Terjerat Juga Akhirnya
Kita, Kemudian Adalah Sibuk
Mengusut Rahasia Angka-Angka
Sebelum Hari Yang Ketujuh Tiba
Sebelum Kita Ciptakan Pula Firdaus
Dari Segenap Mimpi Kita
Sementara Seekor Ular Melilit Pohon Itu :
Inilah Kemerdekaan Itu, Nikmatkanlah
SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH
Oleh : Taufiq Ismail
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Kami Semua Telah Menatapmu
Telah Berbagi Duka Yang Agung
Dalam Kepedihan Berahun-Tahun
Sebuah Sungai Membatasi Kita
Di Bawah Terik Matahari Jakarta
Antara Kebebasan Dan Penindasan
Berlapis Senjata Dan Sangkur Baja
Akan Mundurkah Kita Sekarang
Seraya Mengucapkan 'Selamat Tinggal Perjuangan'
Berikrar Setia Kepada Tirani
Dan Mengenakan Baju Kebesaran Sang Pelayan?
Spanduk Kumal Itu, Ya Spanduk Itu
Kami Semua Telah Menatapmu
Dan Di Atas Bangunan-Bangunan
Menunduk Bendera Setengah Tiang
Pesan Itu Telah Sampai Kemana-Mana
Melalui Kendaraan Yang Melintas
Abang-Abang Beca, Kuli-Kuli Pelabuhan
Teriakan-Teriakan Di Atas Bis Kota, Pawai-Pawai Perkasa
Prosesi Jenazah Ke Pemakaman
Mereka Berkata
Semuanya Berkata
Lanjutkan Perjuangan
NOVEMBER
Oleh : Mansur Samin
Seperti Pelancong Larut Dari Perjalanan Jauh
Dibebani Semua Hasrat Bermakna Mimpi
Kami Hadir Di November Ini
Membawa Rahasia Keharusan Untuk Ditanya
Dekatlah Kemari Ke Denyut Kehidupan Ini
Dengar, Dari Kerinduan Tanah Air Kami Mulai
Di Tepi Harapan Sepanjang Malam
Pertanyaan Makin Tumpul Dalam Diri
Adakah Kepercayaan Melahirkan Pegangan
Sedang Pasar, Gudang , Kantor Dan Pabean
Telah Lam Aluput Tangkapan
Karena Berlaku Hukum Kediam-Diaman
Bukan Tidak Percaya Kami Bertanya
Sebab Kami Cinta Apa Yang Kami Yakini
Jangan Biarkan Kami Sendiri
Mengadu Pada Arti November Ini
Bukankah Bertahun Semua Tarohan Siap Merana
Untuk Kemenangan Yang Sama Kita Percaya
Seperti Penanggung Rindu Kami Datang Kesampingmu
Minta Disingkap Tabir Rahasia Itu
Tuan-Tuanlah Pengemudi Tanah Air
Sari Kehidupan Hasrat Mencari
Datanglah Ke Dapur Kami Ke Baringan Anak-Anak Kami
Gelap Dan Terang Jelaskan O, Para Budiman
Dasar Kemerdekaan !
Bagaimana Pula Mendiamkan Ini Kenyataan
Kerna Sarat Oleh Goda Cobaan
Meri Tegakan Kesini Ke November Ini
Bersaksi Jasa Dan Nyawa-Nyawa Yang Pergi
Untuk Kelanjutan Nilai Hari Datang
Ini Kepercayaan Jangan Tangguhkan Tapi Lajukan
Sebab Nilai Kenangan Indonesia
Berakhir Pada Arti Dan Jiwa
INDONESIAKU KINI
Puisi: Awaliya Nur Ramadhana
Negaraku Cinta Indonesia
Nasibmu Kini Menderita
Rakyatmu Kini Sengsara
Pemimpin Yang Tidak Bijaksana
Apakah Pantas Memimpin Negara
Yang Aman Sentosa
Oh Indonesia Tumpah Darahku
Apakah Belum Terbit,
Seorang Pemimpin Yang Kita Cari
Apakah Rasa Kepemimpinan Itu
Masih Disimpan Di Nurani
Tertinggal Di Lubuk Hati
Tak Dibawa Sekarang Ini
Rakyat Membutuhkanmu
Seorang Khalifatur Rasyidin
Yang Setia Dalam Memimpin
Menyantuni Fakir Miskin
Mengasihani Anak Yatim
Kami Mengharapkan Pemimpin
Yang Soleh Dan Solehah
Pengganti Tugas Rasulullah
Sebagai Seorang Pemimpin Ummah
Yang Bersifat Siddiq Dan Fatanah
Andaikan Kutemukan
Seorang Pemimpin Dunia
Seorang Pemimpin Agama
Seorang Pemimpin Indonesia
Hanya Allah Yang Mengetahuinya
INDONESIA, AKU MASIH TETAP MENCINTAIMU
Puisi: Ahmadun Yosi Herfanda
Indonesia, Aku Masih Tetap Mencintaimu
Sungguh, Cintaku Suci Dan Murni Padamu
Ingin Selalu Kukecup Keningmu
Seperti Kukecup Kening Istriku
Tapi Mengapa Air Matamu
Masih Menetes-Netes Juga
Dan Rintihmu Pilu Kurasa?
Burung-Burung Bernyanyi Menghiburmu
Pesawat-Pesawat Menderu Membangkitkanmu
Tapi Mengapa Masih Juga Terdengar Tangismu?
Apakah Kau Tangisi Hutan-Hutan
Yang Tiap Hari Digunduli Pemegang Hapeha?
Apakah Kau Tangisi Hutang-Hutang Negara
Yang Terus Menumpuk Jadi Beban Bangsa?
Apakah Kau Tangisi Nasib Rakyatmu
Yang Makin Tergencet Kenaikan Harga?
Atau Kau Sekadar Merasa Kecewa
Karena Rupiahmu Terus Dilindas Dolar Amerika
Dan Imf, Rentenir Kelas Dunia Itu,
Terus Menjerat Dan Mengendalikan Langkahmu?
Ah, Apapun Yang Terjadi Padamu
Indonesia, Aku Tetap Mencintaimu
Ingin Selalu Kucium Jemari Tanganmu
Seperti Kucium Jemari Tangan Ibuku
Sungguh, Aku Tetap Mencintaimu
Karena Itulah, Ketika Orang-Orang
Ramai-Ramai Membeli Dolar Amerika
Tetap Kubiarkan Tabunganku Dalam Rupiah
Sebab Sudah Tak Tersisa Lagi Saldonya!
PAHLAWAN KU
Puisi: Rezha Hidayat
Ohh........ Pahlawan Ku
Bagaimana Ku Bisa
Membalas Jasa-Jasa Mu
Yang Telah Kau Berikan Untuk Bumi Pertiwi
Haruskah Aku Turun Ke Medan Perang
Haruskah Aku Mandi Berlumurkan Darah
Haruskah Aku Tertusuk Pisau Belati Penjajah
Aku Tak Tahu Cara Untuk Membalas Jasa Mu
Engkau Rela Mengorbankan Nyawa Mu
Demi Suatu Kemerdekaan Yang Mungkin
Tak Bisa Kau Raih Dengan Tangan Mu Sendiri
Ohh......... Pahlawan Ku Engkau Lah Bunga Bangsa
PERJUANGAN TAK PASTI
Puisi: Rhindy Marfiyanti
Teriknya Mentari Menyentuh Kalbu
Tak Terasa Angin Merambah Rasa
Hanya Terasa Peluh Merambah Jiwa
Ku Coba Melangkah Ke Sana
Tak Jua Ku Temukan Suatu Hal
Ku Langkahkan Kembali Kakiku
Tapi Ku Masih Tak Temukan Sesuatu Itu
Saat Ku Berhenti Tuk Bersandar
Ku Memohon Dan Berserah
Apa Aku Di Beri Sebuah Peluang
Tuk Bisa Hidup Nyaman
Oh Tuhan…….
Perjuangan Ini Sungguh Meresahkan
Perjuangan Ini Sungguh Membingungkan
Perjuangan Ini Tak Menemukan Jalan
Kaki Tak Kuat Untuk Melangkah
Jiwa Tak Kuat Untuk Bangun
Hati Tak Sanggup Untuk Merasa
Otak Tak Bisa Untuk Berfikir
Hidupku……….
Kenapa Kau Ditakdirkan Seperti Ini
Hanya Berharap Dari Perjuangan Yang Tak Pasti
Hidup Ini Terasa Sangat Membingungkan
LAGU SERDADU
Oleh : W.S. Rendra
Kami Masuk Serdadu Dan Dapat Senapang
Ibu Kami Nangis Tapi Elang Toh Harus Terbang
Yoho, Darah Kami Campur Arak!
Yoho, Mimpi Kami Patung-Patung Dari Perak
Nenek Cerita Pulau-Pulau Kita Indah Sekali
Wahai, Tanah Yang Baik Untuk Mati
Dan Kalau Ku Telentang Dengan Pelor Timah
Cukilah Ia Bagi Puteraku Di Rumah
LAGU SEORANG GERILYA
(Untuk Puteraku Isaias Sadewa)
Oleh : W.S. Rendra
Engkau Melayang Jauh, Kekasihku.
Engkau Mandi Cahaya Matahari.
Aku Di Sini Memandangmu,
Menyandang Senapan, Berbendera Pusaka.
Di Antara Pohon-Pohon Pisang Di Kampung Kita Yang Berdebu,
Engkau Berkudung Selendang Katun Di Kepalamu.
Engkau Menjadi Suatu Keindahan,
Sementara Dari Jauh
Resimen Tank Penindas Terdengar Menderu.
Malam Bermandi Cahaya Matahari,
Kehijauan Menyelimuti Medan Perang Yang Membara.
Di Dalam Hujan Tembakan Mortir, Kekasihku,
Engkau Menjadi Pelangi Yang Agung Dan Syahdu
Peluruku Habis
Dan Darah Muncrat Dari Dadaku.
Maka Di Saat Seperti Itu
Kamu Menyanyikan Lagu-Lagu Perjuangan
Bersama Kakek-Kakekku Yang Telah Gugur
Di Dalam Berjuang Membela Rakyat Jelata
GUGUR
Oleh : W.S. Rendra
Ia Merangkak
Di Atas Bumi Yang Dicintainya
Tiada Kuasa Lagi Menegak
Telah Ia Lepaskan Dengan Gemilang
Pelor Terakhir Dari Bedilnya
Ke Dada Musuh Yang Merebut Kotanya
Ia Merangkak
Di Atas Bumi Yang Dicintainya
Ia Sudah Tua
Luka-Luka Di Badannya
Bagai Harimau Tua
Susah Payah Maut Menjeratnya
Matanya Bagai Saga
Menatap Musuh Pergi Dari Kotanya
Sesudah Pertempuran Yang Gemilang Itu
Lima Pemuda Mengangkatnya
Di Antaranya Anaknya
Ia Menolak
Dan Tetap Merangkak
Menuju Kota Kesayangannya
Ia Merangkak
Di Atas Bumi Yang Dicintainya
Belumlagi Selusin Tindak
Mautpun Menghadangnya.
Ketika Anaknya Memegang Tangannya
Ia Berkata :
” Yang Berasal Dari Tanah
Kembali Rebah Pada Tanah.
Dan Aku Pun Berasal Dari Tanah
Tanah Ambarawa Yang Kucinta
Kita Bukanlah Anak Jadah
Kerna Kita Punya Bumi Kecintaan.
Bumi Yang Menyusui Kita
Dengan Mata Airnya.
Bumi Kita Adalah Tempat Pautan Yang Sah.
Bumi Kita Adalah Kehormatan.
Bumi Kita Adalah Juwa Dari Jiwa.
Ia Adalah Bumi Nenek Moyang.
Ia Adalah Bumi Waris Yang Sekarang.
Ia Adalah Bumi Waris Yang Akan Datang.”
Hari Pun Berangkat Malam
Bumi Berpeluh Dan Terbakar
Kerna Api Menyala Di Kota Ambarawa
Orang Tua Itu Kembali Berkata :
“Lihatlah, Hari Telah Fajar !
Wahai Bumi Yang Indah,
Kita Akan Berpelukan Buat Selama-Lamanya !
Nanti Sekali Waktu
Seorang Cucuku
Akan Menacapkan Bajak
Di Bumi Tempatku Berkubur
Kemudian Akan Ditanamnya Benih
Dan Tumbuh Dengan Subur
Maka Ia Pun Berkata :
-Alangkah Gemburnya Tanah Di Sini!”
Hari Pun Lengkap Malam
Ketika Menutup Matanya
GERILYA
Oleh : W.S. Rendra
Tubuh Biru
Tatapan Mata Biru
Lelaki Berguling Di Jalan
Angin Tergantung
Terkecap Pahitnya Tembakau
Bendungan Keluh Dan Bencana
Tubuh Biru
Tatapan Mata Biru
Lelaki Berguling Dijalan
Dengan Tujuh Lubang Pelor
Diketuk Gerbang Langit
Dan Menyala Mentari Muda
Melepas Kesumatnya
Gadis Berjalan Di Subuh Merah
Dengan Sayur-Mayur Di Punggung
Melihatnya Pertama
Ia Beri Jeritan Manis
Dan Duka Daun Wortel
Tubuh Biru
Tatapan Mata Biru
Lelaki Berguling Dijalan
Orang-Orang Kampung Mengenalnya
Anak Janda Berambut Ombak
Ditimba Air Bergantang-Gantang
Disiram Atas Tubuhnya
Tubuh Biru
Tatapan Mata Biru
Lelaki Berguling Dijalan
Lewat Gardu Belanda Dengan Berani
Berlindung Warna Malam
Sendiri Masuk Kota
Ingin Ikut Ngubur Ibunya
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM PERANG
Oleh : W.S. Rendra
Tuhanku,
Wajahmu Membayang Di Kota Terbakar
Dan Firmanmu Terguris Di Atas Ribuan
Kuburan Yang Dangkal
Anak Menangis Kehilangan Bapa
Tanah Sepi Kehilangan Lelakinya
Bukannya Benih Yang Disebar Di Bumi Subur Ini
Tapi Bangkai Dan Wajah Mati Yang Sia-Sia
Apabila Malam Turun Nanti
Sempurnalah Sudah Warna Dosa
Dan Mesiu Kembali Lagi Bicara
Waktu Itu, Tuhanku,
Perkenankan Aku Membunuh
Perkenankan Aku Menusukkan Sangkurku
Malam Dan Wajahku
Adalah Satu Warna
Dosa Dan Nafasku
Adalah Satu Udara.
Tak Ada Lagi Pilihan
Kecuali Menyadari
-Biarpun Bersama Penyesalan-
Apa Yang Bisa Diucapkan
Oleh Bibirku Yang Terjajah ?
Sementara Kulihat Kedua Lengamu Yang Capai
Mendekap Bumi Yang Mengkhianatimu
Tuhanku
Erat-Erat Kugenggam Senapanku
Perkenankan Aku Membunuh
Perkenankan Aku Menusukkan Sangkurku
DIPONEGORO
Oleh: Chairil Anwar
Di Masa Pembangunan Ini
Tuan Hidup Kembali
Dan Bara Kagum Menjadi Api
Di Depan Sekali Tuan Menanti
Tak Gentar. Lawan Banyaknya Seratus Kali.
Pedang Di Kanan, Keris Di Kiri
Berselempang Semangat Yang Tak Bisa Mati. Maju…
Ini Barisan Tak Bergenderang-Berpalu
Kepercayaan Tanda Menyerbu.
Sekali Berarti
Sudah Itu Mati. Maju…
Bagimu Negeri
Menyediakan Api.
Punah Di Atas Menghamba
Binasa Di Atas Ditindas
Sesungguhnya Jalan Ajal Baru Tercapai
Jika Hidup Harus Merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
TENTANG KEMERDEKAAN
Oleh : Toto Sudarto Bahtiar
Kemerdekaan Ialah Tanah Air Dan Laut Semua Suara
Janganlah Takut Kepadanya
Kemerdekaan Ialah Tanah Air Penyair Dan Pengembara
Janganlah Takut Padanya
Kemerdekaan Ialah Cinta Salih Yang Mesra
Bawalah Daku Kepadanya
PAHLAWAN TAK DIKENAL
Oleh : Toto Sudarto Bahtiar
Sepuluh Tahun Yang Lalu Dia Terbaring
Tetapi Bukan Tidur, Sayang
Sebuah Lubang Peluru Bundar Di Dadanya
Senyum Bekunya Mau Berkata, Kita Sedang Perang
Dia Tidak Ingat Bilamana Dia Datang
Kedua Lengannya Memeluk Senapang
Dia Tidak Tahu Untuk Siapa Dia Datang
Kemudian Dia Terbaring, Tapi Bukan Tidur Sayang
Wajah Sunyi Setengah Tengadah
Menangkap Sepi Padang Senja
Dunia Tambah Beku Di Tengah Derap Dan Suara Merdu
Dia Masih Sangat Muda
Hari Itu 10 November, Hujan Pun Mulai Turun
Orang-Orang Ingin Kembali Memandangnya
Sambil Merangkai Karangan Bunga
Tapi Yang Nampak, Wajah-Wajahnya Sendiri Yang Tak Dikenalnya
Sepuluh Tahun Yang Lalu Dia Terbaring
Tetapi Bukan Tidur, Sayang
Sebuah Peluru Bundar Di Dadanya
Senyum Bekunya Mau Berkata : Aku Sangat Muda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar